Laman

Kamis, 17 Oktober 2013

Masih Banyak Kasus Korupsi Menguap di Kejari Kepanjen



Malang Media Rakyat
Tepat hari Jumat yang lalu hari ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepanjen, Kabupaten Malang memperingati Hari Bhakti Adhyaksa Ke-51. Pada acara internal Kejari sore ini, Kepala Kejari, Adi Sutanto SH tegas mengatakan jika Kejari Kepanjen, menduduki peringkat tiga dalam hal penanganan pidana khusus. Rangking itu jauh dari Kabupaten Jember dan Sidoarjo yang banyak membongkar skandal pelanggaran pidana khusus (Pidsus).“Kejari Kepanjen masuk urutan ketiga dalam hal penanganan pidsus,” katanya.Adi juga mengatakan, secara keseluruhan, Kejari Kepanjen punya gread dan nilai sangat bagus untuk ukuran Malang Raya. Kejari Kepanjen, mengalahkan Kejari Kota Malang dan Batu dalam hal menangani sejumlah perkara.Apa saja perkara yang sebenarnya, harus diselesaikan Kejari Kepanjen? Sangat banyak tentunya. Sejumlah kasus korupsi misalnya, masih terlihat menguap tanpa ada kejelasan siapa yang jadi tersangka. Bahkan, Malang Coruption Watch (MCW) mencatat ada 9 kasus korupsi yang seharusnya, jadi penanganan Kejari Kepanjen.Diantaranya sejumlah kasus yang tidak ada kejelasannya adalah, belum tuntasnya kasus korupsi Lawang View, Kawasan Industri Gula Masyarakat (Kigumas) atau Kimbun, Korupsi Restribusi Wendit Waterpark, Pengadaan Sepatu Pemkab Malang, Kesbanglinmas dan masih banyak lagi yang nominalnya, puluhan atau bahkan ratusan miliar rupiah.Ditanya soal itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kepanjen, Ardito Muwardi, SH mengaku jika sudah ada lima perkara yang berhasil menyeret 9 tersangka. Lima perkara itu diantaranya adalah, Korupsi IT Setwan DPRD Kabupaten Malang, Pungli Tanah Redist Sumbul, Sengketa Tanah Desa Trenyang, Korupsi Prona serta Korupsi Tower.“Kalau untuk perkara lainnya, kami tidak tahu karena kami belum bertugas disini. Namun, perkara lama yang kami tangani adalah korupsi restribusi Wendit,” terangnya.Ardito mengatakan, dari lima perkara yang berhasil diselesaikan, sudah meyeret 9 tersangka. Total kerugian negara atas lima perkara itu sebesar Rp.600 juta lebih.Ditegaskan Ardito kembali, khusus perkara lama, tetap akan dijadikan penyidikan oleh Kejari. Soal kimbun contohnya, seluruh perkara itu kini sudah selesai dan tinggal menunggu keputusan dari Mahkamah Agung (MA).“Kasus kimbun belum inkracht. Semua tinggal menunggu putusan dari MA saja. Karena ada kasasi dalam perkara itu,” terang Ardito.(aziz/in)

BNN Lakukan Tes Urine di Kejari Malang



Malang Media Rakyat
Tes urine dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Malang untuk mendeteksi pengguna narkotika di instansi pada awal tahun 2013 dengan melakukan tes dadakan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, Senin Kantor Kejari ini memang menjadi sasaran pertama dalam pemeriksaan urine pegawainya dari mulai dari para pegawai hingga Office boy (OB) dan penjual di kantin juga diharuskan mengikuti tes.Kepala BNN Kota Malang, AKBP Henndry Budiman menyatakan test urine diawal 2013 ini akan difokuskan pada pegawai di lingkungan instansi penegak hukum, seperti pengadilan. “Nantinya, semua akan kami sasar, mulai pemkot dan DPRD. Kami ingin semuanya bebas dari narkoba,” kata Hendry.Kendati tanpa pemberitahuan resmi, namun kedatangan petugas BNN disambut baik Kepala Kejari (Kajari) Kota Malang, Wenny Gustiati, untuk mengadakan test urine dadakan tersebut.“Jika terbukti dalam tes, ada pegawai yang positif mengkonsumsi narkotika, langsung mendapat tindakan,” ujar Kajari malang wenny gustiati.Pada tes itu terkumpul 85 urine, dalam waktu lebih dari 1 jam.  Pegawai yang ada saat itu memang tak banyak karena sedang melakukan aktifitas diluar kantor. “Ada yang sedang mengawal tahanan. Mereka sudah kami panggil untuk test urine,” paparnya.Kendati hanya untuk screening atau pemeriksaan awal namun jika ada urine yang dinyatakan positif, belum tentu pemilik urine mengkonsumsi narkoba, karena bisa saja pegawai tersebut baru saja mengkonsumsi makanan atau obat yang mengandung narkotika diantaranya obat maag dan obat batuk.Jika ada yang positif, akan dikoordinasikan dengan instansi lain, seperti BPOM...  ( aziz).

Bupati Resmikan UPTD Dinas Pendidikan Lawang



Malang Media Rakyat
Gedung UPTD TK, SD dan PLS Dinas Pendidikan Kecamatan Lawang diresmikan Bupati Malang H. Rendra Kresna. Kegiatan peresmian gedung UPTD di Jl. Thamrin 31 Lawang ini ditandai dengan pemotongan rangkaian bunga oleh Bupati disaksikan masyarakat dan tamu undangan lainnya, Sabtu siang (12/10) kemarin. Selain tokoh agama, tokoh masyarakat, Guru se-Kec. Lawang, Muspika Kec. Lawang dan Sekretaris Dinas Pendidikan Kab Malang, turut hadir pula Wakil Ketua DPRD Kab. Malang, Siadi SH.Tak hanya itu, pada acara peresmian tersebut Bupati juga meresmikan penggunaan tiga gedung perpustakaan yang telah selesai dibangun dengan menggunakan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2012. Ketiga perpustakaan tersebut adalah perpustakaan di SDN Ketindan 04, SDN Lawang 01 dan SDN Lawang 02. Kehadiran orang nomor satu di Kabupaten Malang itu disambut cukup antusias oleh para Guru dan tamu undangan lainnya. Selain bisa bertatap muka, mereka juga mengungkapkan keluh kesahnya terkait dunia pendidikan. Salah satunya seperti yang diungkapkan Sunaji, Kepala UPTD TK, SD dan PLS Dinas Pendidikan Kec. Lawang. Menurutnya jumlah tenaga pengajar di wilayah Kec Lawang masih tergolong kurang. Dari kebutuhan ideal jumlah PNS di setiap sekolah yang harusnya minimal sembilan orang, saat ini rata-rata di tiap sekolah hanya ada empat orang PNS. Beruntung jumlah ini tertutupi oleh adanya guru honorer. “Kami berharap agar para guru honorer di Kec Lawang, khususnya honorer kategori 2 yang akan segera menjalani ujian penerimaan CPNS bisa lulus semua,” harap Sunaji.Bupati pun menyambut baik harapan tersebut. Tak lupa Bupati memberikan arahan tentang gedung yang baru saja diresmikannya.  “Dengan diresmikan gedung ini, saya harap dapat meningkatkan prestasi dunia pendidikan di Kabupaten Malang. Mari kita pergunakan sebaik-baiknya, jangan lupa untuk merawatnya dengan baik pula,” tutur Bupati saat bersilaturahmi dengan ratusan guru se-Kec. Lawang usai meninjau perpustakaan di SDN Lawang 01.Selepas acara, Bupati didampingi Wakil Ketua DPRD lantas menuju ke Dusun Turi, Desa Turirejo Kec Lawang guna membuka festival sholawat Al-Banjari se-Malang Raya. Di tempat tersebut, festival berlangsung selama dua hari yakni 12-13 Oktober 2013 dan diikuti oleh 46 grup sholawat Al-Banjari. Meski dinamai festival sholawat Al-Banjari se-Malang Raya, namun pesertanya tidak hanya dari Malang dan Batu saja, ada pula yang hadir dari Pasuruan.Tak jauh dari lokasi pembukaan festival, tepatnya di lapangan Desa Turirejo, Bupati juga berkesempatan membuka gelaran kompetisi sepak bola Rendra Cup 2013 wilayah Kec. Lawang. Menurutnya, kompetisi ini diharapkan dapat menggali potensi-potensi pemuda di Kab Malang di bidang sepak bola. “Sebagai kompetisi sepak bola yang pesertanya terbanyak di tingkat nasional, yakni 390 regu, saya berharap dapat mencari bibit-bibit unggul yang nantinya akan dapat bergabung mengharumkan nama Kabupaten Malang dari dunia sepak bola,” tegas Bupati.(aziz/hum)

MENGENAL PERWAKAFAN , NAZIR SERTA PERANAN BADAN WAKAF INDONESIA.


            
Oleh :  HM  Yahya Abuamar                                                   Terbitnya  Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang dikenal dengan sebutan UUPA   dan telah dimasukkan  dalam Lembaran Negara No. 104 tahun 1960 patut di syukuri, karena  merupakan penjabaran dari Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang termaktub dalam  Undang –undang No. 5 tahun 1960 pasal 2 menyebutkan :
(1)      Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang2 Dasar dan hal2 sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi,air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2)     Hak menguasai dari Negara termaksuddalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a.        Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan , penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya bumi, air dan ruang angkasa.
b.        Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai   atas ( bagian dari ) bumi ( tanah ) , air dan ruang angkasa itu.

c.        Menentuntukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan – perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa.

sebelumnya Hukum Agraria yang diberlakukan  di Indonesia masih menggunakan warisan dari pemerintah kolonial belanda bersumber dari pada Burgerlijk Wetboek dan Agrarisch wet tahun 1870 no. 55,di Indonesia terjadi dua macam perbedaan perlakuan terhadap tanah, cenderung diskrimasi terhadap rakyat Indonesia yakni :
1.         Tanah  barat atau Eropah   
yaitu tanah-tanah yang dimiliki orang-orang Belanda atau yang dipersamakan dengan Belanda diperlakukan Hukum Eropah sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata seperti tanah eigendom, tanah opstal dan lainnya didaftar pada Kantor Khusus atau dikenal Kantor Kadaster dengan suatu peraturan  yang  yang terkenal Ondonansi Balik Nama  ( Overschrij vingsordonnantie ) diberikan jaminan adanya kepastian hukum,
2.        sedangkan tanah – tanah yang berdasarkan Hukum Adat
Yaitu keberadaan tanah yang banyak dimiliki oleh rakyat Indonesia asli seperti tanah Ulayat, tanah gogol, tanah usaha, tanah bengkok, dan lain-lain  , tidak didaftar sehingga tidak terjamin adanya Kepastian Hukum,
Kehadiran UU No. 5 Tahun 1960 Tentang UUPA telah menghilang “ dualisme “ dan tercapailah suatu kesatuan hukum ( Unifikasi ) di bidang hukum pertanahan di wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia,
Sesuai dengan asas kebangsaan tersebut, dalam pasal 1 UU No. 5 tahun 1960  dan menurut pasal 9 jo. Pasal 21 (1) hanya Warga Negara Indonesia ( WNI ) yang dapat mempunyai hak atas tanah; pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang ( pasal 2 (a) Meskipun pada dasarnya badan – badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah ( pasal 21 ayat (2), namun mengingat akan keperluan masyarakat  yang erat kaitannya  dengan paham keagamaan, sosial , maka diadakan suatu “ escape clause”yang memungkinkan badan hukum tertentu mempunyai hak milik atas tanah atau diberikan dispensasi oleh pemerintah ( lihat pada pasal 21 ayat (3 ) dan pasal 49  UU No. 5 Tahun 1960) namun sepanjang tanahnya diperlukan untuk usahanya dalam bidang sosial dan keagamaan itu..
Disusul dengan berbagai peraturan pelaksanaannya, dan sampai sekarang jumlahnya sangat banyak, lalu terus disusul denganperaturan-peraturan lainnya yang lebih baru..
 Menteri Negara Agraria mengeluarkan keputusan Nomor 5 Tahun 1995  tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan  adalah Catur Pertanahan adalah :
1.         Tertib hukum pertanahan
2.        Tertib administrasi pertanahan
3.        Tertib penggunaan Tanah
4.        Tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup.


Perwakafan di Indonesia.
Praktek wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama dilaksanakan oleh  masyarakat Indonesia, seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara, kehadiran bangunan bersejarah seperti Masjid, Pondok Pesantren,Musholla ( Surou/langgar ) dan bangunan sejenisnya  yang dibangun pada masa pra kolonial maupun sejak NKRI diproklamirkan sampai sekarang merupakan bukti sejarah bahwa keberadaan wakaf telah ada,
Pemerintah tidak menafikan keberadaan tanah-tanah yang dimiliki  maupun yang telah didirikan bangunan dan dikuasai oleh organisasi  sosial keagamaan tersebut, hal ini dinyatakan jelas dalam pasal 49 Undang-undang No. 5 / 1960  bahwa sepanjang dipergunakan untuk usaha keagamaan dan sosial dan akan dilindungi dan diatur dalam Peraturan Pemerintah  ( PP ),
Perintah UU No. 5/ 1960  di tindak lanjuti setelah tujuh belas tahun,kemudian  dengan menerbitkan
1.         Peraturan Pemerintah No, 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan tanah milik.
2.        Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 Perwakafan Tanah Milik. Telah diatur Kepala Kantor Urusan Agama ( KUA) kecamatan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akte Ikrar Wakaf  ( PPAIW )
3.        Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Pada dasarnya PP No. 28 Tahun 1977 hanya mengatur tentang wakaf tanah  ( Harta Benda Wakaf yang tidak bergerak ) . lalu bagaimana dengan keberadaan harta benda wakaf yang obyeknya bisa bergerak seperti bangunan dan lain sebagainya.
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik membatasi obyek wakaf hanya pada tanah hak milik saja, tidak mencakup harta lainnya yang dimiliki oleh wakif. Adapun  ketentuan PP No. 28 Tahun 1977 ternyata dirasa masih kurang setelah melihat kebutuhan masyarakat. Terlebih setelah dibentuknya Pengadilan Agama berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama . Salah satu kekuasaan Pengadilan Agama berdasarkan ketentuan pasal 49 UU No. 8 Tahun 1989 disebutkan bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa
Memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang wakaf untuk mengatasi disahkan kemudian Intruksi Presiden No,1 tahun 1999 tentang kompilasi hukum Islam ( KHI ) salah satunya juga mengatur tentang wakaf  tentang Perwakafan,salah satunya juga mengatur tentang Perwakafan  sebelum tahun 2000. Kebreradaan KHI.Berdasarkan TAP MPRS No.lll MPR.RI/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan-perundang-undanga, tidak disebutkan Instruksi Presiden.   
Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) mengeluarkan Fatwa tentang Wakaf Uang /Cash Wakaf atau Waqf al-Nuqud , yakni wakaf yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok dalam bentuk uang tunai, termasuk surat-surat berharga, dan wakaf uang tersebut dihukumi jawaz ( boleh ) , dan hanya boleh disalurkan untuk hal-hal berdasarkan syar’I dan dijamin kelestariannya. ( II/5/2002)  .
Puncaknya Pemerintah pada tanggal 27 Oktober 2004  mengundangkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Keberadaan Undang-undang 41 Tahun 2004 ditinjau  dalam perspektif ilmu perundangan-undangan merupakan payung hukum praktik perwakafan di Indonesia dan, sasaran berlakunya ketentuan wakaf tersebut tidak semata – mata untuk internal umat Islam di Indonesia, melainka tanah  berlaku mengikat juga terhadap setiap warga negara Indonesia.  Keberadaan harta wakaf  sesuai UU No. 41/ 2004 tentang Wakaf  dan tersirat dalam pasal 5 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum, maka diberikan hak milik khusus, selanjutnya didaftarkan menurut ketentuan sehingga memiliki kepastian hukum.
Dalam   UU No 41 tahun 2004 secara tegas dinyatakan tentang Wakaf
” Bahwa Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu “
Undang undang  Nomor 41 Tahun 2004, Tentang Wakaf, dan PP Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan, lahir di tengah-tengah adanya semangat serta antusias masyarakat pemberdayaan wakaf secara produktif, sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial ekonomi masyarakat, sekaligus untuk melestarikan kemanfaatan harta benda wakaf,sepanjang tidak bertentangan dengan syariah, serta upaya    dan menghindari terjadinya keterbengkalaian, atau pengelolaan wakaf yang tidak profesional oleh Nadzir wakaf.Undang-undang Wakaf menentukan bentuk-bentuk perbuatan hukum yang dibolehkan dan dilarang terhadap harta benda wakaf, dari pengikatan jaminan, penyitaan, hibah ,jual-beli, pewarisan,tukar menukar bahkan dalam perbuatan hukum lainnya yang dapat berakibat terjadinya perubahan peruntukan atau peralihan harta benda Adanya mengatur sanksi terhadap pelanggaran tersebut

BADAN  WAKAF  INDONESIA. DAN  PERANANNYA.
Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf secara benar, baik dari rukun wakaf,syarat wakaf maupun maksud dan tujuan disyariatkan wakaf, siapa yang boleh berwakaf, apa saja yang boleh diwakafkan, siapa yang boleh dan dapat ditunjuk sebagai Nadzir dan lain sebagainya. Selama ini masih banyak pengurusan dan pengelolaan wakaf. bersifat konvensional dan tradisional atas dasar saling percaya antara  Wakif dan Nadzir, bahkan cenderung kurang memperhatikan faktor keamanan harta benda wakaf, sehingga apabila terjadi perbuatan hukum baik disengaja maupun tidak atau karena minimnya pengetahuan tentang peraturan perundangan yang berlaku akan berdampak beralihnya hak kepemilikan maupun peruntukan harta benda wakaf serta dimungkinkan akan  terjadi sengketa terhadap tanah wakaf,
Tidak dipungkiri bahwa para Wakif  menunjuk seorang menjadi Nadzir  dipilih karena keilmuannya, mereka luar biasa, sangat paham terhadap tradisi wakaf baik secara teori maupun praktek, dalil-dalil tentang wakaf dan sejarahnya tidak diragukan, namun pengelolaan wakaf agar bisa berkembang dan memiliki kepastian hukum dari segi peraturan dan perundang-undangan memerlukan kreatifitas, mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada, mampu bekerjasama dengan lokasi harta benda wakaf itu berada, sehingga harta benda wakaf dapat terkelola secara baik.
Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional dibentuk Badan Wakaf Indonesia ( BWI ) yang merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya. ( Pasal 47 (1) dan (2).
Dan sangat berperan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelola wakaf baik perorangan, organisasi maupun badan hukum, agar dapat  mengembangkan wakaf secara baik dan profesional terutama kepada Nadzir.
Pasal 48 UU Wakaf No.41 /2004 berkedudukan di Ibukota NKRI dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
Pada pasal 49 ayat (1) bahwa BWI  mempunyai tugas dan wewenang ;
a.        Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;
b.        Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;
c.        Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
d.        Memberhentikan dan mengganti Nazhir;
e.        Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f.         Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam menyusun kebijakan di bidang perwakafan.


Pada pasal 49 ayat (2) disebutkan bahwa (BWI) dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 50 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, BWI memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia
Terkait dengan tugas melakukan pembinaan terhadap Nadzir, BWI melakukan beberapa langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor. 41/2004  tentang wakaf pasal 53 meliputi
1.         Penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nadzir, baik Perorangan, Organisasi dan Badan Hukum
2.        Penyusunan regulasi pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf.
3.        Penyediaan fasilitas proses sertifikasi wakaf.
4.        Penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda bergerak ataupun benda tidak bergerak
5.        Penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nadzir sesuai dengan lingkungannya.
6.        Pemberian fasilitas masuknya dana –dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pemberdayaan wakaf.

BWI telah merancang VISI dan MISI serta strategi implementasinya,

  V I S I     Adalah Terwujudnya lembaga independen yang dipercaya masyarakat. Mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan internasional “

  M I S I “  Adalah menjadikan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga profesional yang mampumewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibada dan pemberdayaan masyarakat”.

Harta benda wakaf bila dikelola secara produktif, akan dapat mensejahterkan masyarakat, maka keterlibatan para ahli untuk bicara tentang wakaf, baik dalam seminar/ worshop dan lain-lain.  

STRUKTUR BADAN WAKAF INDONESIA.
Pasal 51 ayat (1),  (2) dan (3)  bahwa: BWI terdiri atas Badan
Pelaksana ( BP ) merupakan unsur pelaksana tugas BWI. dan Dewan Pertimbangan ( DP ). merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas BWI. sesuai Pasal 52 ayat (1) dan (2) Susunan organisasi ( BP ) maupun ( DP )dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.yang anggotanya  min 20 (dua puluh) orang Max. 30 (tiga puluh)  yang berasal dari unsur masyarakat
Pasal 54 ayat (1)dan (2) Persyaratan menjadi anggota BWI,:
a.        Warga Negara Indonesia
b.        Beragama Islam;
c.        Dewasa;
d.        Amanah;
e.        Mampu secara jasmani dan rohani;
f.          Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
g.         Memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi  khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
h.        Mempunyai komitmen yang tinggi untuk , mengembangkan perwakafan nasional.
                                                     (  Oleh :  HM  Yahya Abuamar   )