Laman

Selasa, 21 Mei 2013

Tunjangan Profesi Guru Masih Belum Jelas


JAKARTA, Media Rakyat
 Tunjangan Profesi Guru (TPG) sampai saat ini belum juga ada penyelesaian bahkan tidak jelas kendati usulan Pengurus Besar PGRI telah direspon oleh pemerintah mengenai peningkatan profesional guru, kesejahteraanguru,perlindungan guru, termasuk pelaksanaan sertifikasi guru, namun nyatanya masih banyak pengaduan yang diterima. "Wong itu jelas, orangny ada, jumlah gajinya ada, uangnya ada, kalau ada kenaikan gaji bisa juga diprediksi tahun ini naik berapa persen, berkala berapa persen gitu. Saya kira supaya tidak menggelisahkan sebuah sistem yang bagus dan jelas. Setelah itu kita minta guru bekerja dengan baik sesuai dengan kemampuan danprofesionalitasnya. jadi kita beri haknya dan kita tuntut bekerja dengan baik. Saya kira yang utama itu," tandas Ketum PB PGRI Sulistiyo.Lebih lanjut, soal beda pendapat antara masukan yang diterima PGRI maupun masukan yang diterima Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Sulistiyo sudah menjadi haknya Kemendikbud mengungkapkan persoalan akan tetapi dalam implikasinya tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. "Memang benar anggaran pendidikan ada didaerah, setelah dicek ada uang tertinggal, misalnya di Kabupaten Jepara Rp4,9 milyar, di Rembang Rp6,7 milyar tapi untuk membayar satu bulan tidak cukup apalagi bila uangnya dibagikan tidak cukup gitu, maka tertinggal, tapi tertinggalnya bukan karena belum dibayarkan, apalagi dana pendidikan untuk tahun 2013 sekitar Rp40 triliun lebih," jelasnya. Oleh karena itu, menurut keterangan Ketum PB PGRI yang diwawancarai wartawan HR, guru yang punya hak yang sudah sertifikasi harus dirubah sistemnya, selain itu harus diupayakan agar pekerjaannya betul-betul meningkat. Tetapi dikatakan Sulistiyo yang juga anggota DPD RI mengatakan tidak boleh berlebihan karena akan mengakibatkan stressing pada kondisi guru di Indonesia. "Yang mendapat tunjangan guru adalah yang telah mendapat sertifikasi sedangkan yang belum mendapat sertifikasi guru belum mendapat tunjangan," ujarnya.Apalagi diungkapkan Sulistiyo banyak persoalan guru yang kurang jelas berapa kekurangan guru, sampai berapa jumlah guru pun datanya tidak valid. Kedua perlakuan terhadap guru non PNS, guru swasta, guru honorer itu tidak jelas, sistem kepegawaiannya tidak ada. Terakhir sistem profesional guru di Kabupaten/Kota tidak dilakukan dengan baik."Padahal Menteri pernah berjanji semua Ujian Kompetensi Guru (UKG) akan dilatih namun sampai hari ini tidak dilakukan malah setahu saya tidak ada anggarannya untuk itu. Itu saja belum dilakukan apalagi guru honorer tercatat saja belum tentu oleh kementerian," tandasnya. Lebih jauh ia menilai bahwa pemerintah dalam mengurusi persoalan guru dianggap tidak rapi terhadap penanganannya karena guru pernah mengusulkan salah satu badan agar penanganan guru tidak semrawut. Namun dijelaskan Sulistiyo, guru diminta bekerja dengan baik karena PGRI tetap berjuang bersama demi kesejahteraan guru semakin bermartabat.Sulistiyo berharap, pemerintah punya kewajiban untuk melaksanakan regulasi walaupun dalam implementasinya yang kelihatannya kurang bagus harus diperbaiki."Padahal UUGD sudah baik tapi belum dilaksanakan dengan baik dan mengurusi guru itu dari hulu ke hilir mulai pengadaan guru tapi kita masih tidak puas bagaimana kewenangan pemerintah pusat dan Kabupaten/Kotam bahkan guru yang menjadi bagian otonomi daerah juga belum tertib untuk dikelola dengan baik di Kabupaten/Kota," imbuhnya.Oleh karena, Ketum PB PGRI sekarang ini tengah membenahi profesi guru setelah menghadiri undangan Menteri Pendidikan Belanda untuk mengikuti pertemuan tingkat tinggi bersama Organisasi Guru Dunia. Organisasi Guru Dunia mengakui PGRI sebagai Organisasi Profesi Guru, hanya saja adaoknum di Kementerian Pendidikan yang tidak faham soal PGRI."Jadi saya tidak merisaukan itu karena memang harus bagaimana kalau orang tidak tahu. Kalau tidak tahu sebaiknya tidak usah banyak bicara daripada banyak bicara malah merepotkan seluruh guru di Indonesia," tambahnya. Ditegaskan Sulistiyo setelah dari Amsterdam, ia menitikberatan pada pembinaan dan profesi guru bukan untuk menghukum guru dan bukan untuk memberi sanksi guru serta tidak menakut-nakuti guru. Selain daripada itu, ia menegaskan pendidikan perlu semakin inklusif dan transparan pada tahun 2015, karena Negara harus menyediakan akses dan mutu pendidikan bagi semua warga negara. Saat di Amsterdam, hal itu diungkapkan secara bersama oleh Organisasi Guru Dunia Education International (EI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terkait pendidikan untuk semua pasca 2015. Namun pernyataan itu disampaikan Presiden EI Susan Hopgood dan Ketum PB PGRI kepada Pemerintah Indonesia melalui Kepala Unit Kerja Presiden untuk pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangunsubroto.Dikatakan Sulistiyo, Selasa (26/3) yang dirilis harian kompas 27 Maret 2013 di Jakarta menyatakan EI dan PGRI menyepakati pendidikan tetaplah prioritas dalam merancang agenda pembangunan global pasca 2015. pemerintah dan pemerintah daerah harus memberi jaminan perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan di semua jalur dan jenjang pendidikan, mulai anak usia dini sampai pendidikan tinggi. Susan mendorong Pemerintah Indonesia tetap komitmen meningkatkan pendidikan pasca 2015."Pendidikan untuk semua di Indonesia masih belum bisa tuntas, pemberantasan buta aksara misalnya, masih dilakukan berdasarkan proyek. Akibatnya banyak warga buta aksara bisa melek aksara selama proyek," tandasnya. Terkait peran guru, EI menekankan bahwa guru itu sumber daya pendidikan terpenting bagi siswa dan mutu pendidikan. Naun kontribusi guru tidak selalu dihargai dengan baik. Guru sering disalahkan jika ada kekurangan dalam sistem pendidikan sedangkan pendidikan dan pelatihan guru dianggap tidak produktif dan mahal."EI mendorong agar agenda pembangunan global untuk pendidikan menempatkan gurusecara profesional," imbuh Sulistiyo. dedy mulyadi(**)