JAKARTA,
Media Rakyat
Tunjangan Profesi Guru (TPG) sampai saat ini
belum juga ada penyelesaian bahkan tidak jelas kendati usulan Pengurus Besar
PGRI telah direspon oleh pemerintah mengenai peningkatan profesional guru,
kesejahteraanguru,perlindungan guru, termasuk pelaksanaan sertifikasi guru,
namun nyatanya masih banyak pengaduan yang diterima. "Wong itu jelas,
orangny ada, jumlah gajinya ada, uangnya ada, kalau ada kenaikan gaji bisa juga
diprediksi tahun ini naik berapa persen, berkala berapa persen gitu. Saya kira
supaya tidak menggelisahkan sebuah sistem yang bagus dan jelas. Setelah itu
kita minta guru bekerja dengan baik sesuai dengan kemampuan
danprofesionalitasnya. jadi kita beri haknya dan kita tuntut bekerja dengan
baik. Saya kira yang utama itu," tandas Ketum PB PGRI Sulistiyo.Lebih
lanjut, soal beda pendapat antara masukan yang diterima PGRI maupun masukan
yang diterima Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Sulistiyo sudah
menjadi haknya Kemendikbud mengungkapkan persoalan akan tetapi dalam
implikasinya tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. "Memang benar
anggaran pendidikan ada didaerah, setelah dicek ada uang tertinggal, misalnya
di Kabupaten Jepara Rp4,9 milyar, di Rembang Rp6,7 milyar tapi untuk membayar
satu bulan tidak cukup apalagi bila uangnya dibagikan tidak cukup gitu, maka
tertinggal, tapi tertinggalnya bukan karena belum dibayarkan, apalagi dana
pendidikan untuk tahun 2013 sekitar Rp40 triliun lebih,"
jelasnya. Oleh karena itu, menurut keterangan Ketum PB PGRI yang
diwawancarai wartawan HR, guru yang punya hak yang sudah sertifikasi harus
dirubah sistemnya, selain itu harus diupayakan agar pekerjaannya betul-betul
meningkat. Tetapi dikatakan Sulistiyo yang juga anggota DPD RI mengatakan tidak
boleh berlebihan karena akan mengakibatkan stressing pada kondisi guru di
Indonesia. "Yang mendapat tunjangan guru adalah yang telah mendapat
sertifikasi sedangkan yang belum mendapat sertifikasi guru belum mendapat
tunjangan," ujarnya.Apalagi diungkapkan Sulistiyo banyak persoalan guru
yang kurang jelas berapa kekurangan guru, sampai berapa jumlah guru pun datanya
tidak valid. Kedua perlakuan terhadap guru non PNS, guru swasta, guru honorer
itu tidak jelas, sistem kepegawaiannya tidak ada. Terakhir sistem profesional
guru di Kabupaten/Kota tidak dilakukan dengan baik."Padahal Menteri pernah
berjanji semua Ujian Kompetensi Guru (UKG) akan dilatih namun sampai hari ini
tidak dilakukan malah setahu saya tidak ada anggarannya untuk itu. Itu saja
belum dilakukan apalagi guru honorer tercatat saja belum tentu oleh
kementerian," tandasnya. Lebih jauh ia menilai bahwa pemerintah dalam
mengurusi persoalan guru dianggap tidak rapi terhadap penanganannya karena guru
pernah mengusulkan salah satu badan agar penanganan guru tidak semrawut. Namun
dijelaskan Sulistiyo, guru diminta bekerja dengan baik karena PGRI tetap
berjuang bersama demi kesejahteraan guru semakin bermartabat.Sulistiyo
berharap, pemerintah punya kewajiban untuk melaksanakan regulasi walaupun dalam
implementasinya yang kelihatannya kurang bagus harus diperbaiki."Padahal
UUGD sudah baik tapi belum dilaksanakan dengan baik dan mengurusi guru itu dari
hulu ke hilir mulai pengadaan guru tapi kita masih tidak puas bagaimana
kewenangan pemerintah pusat dan Kabupaten/Kotam bahkan guru yang menjadi bagian
otonomi daerah juga belum tertib untuk dikelola dengan baik di
Kabupaten/Kota," imbuhnya.Oleh karena, Ketum PB PGRI sekarang ini tengah
membenahi profesi guru setelah menghadiri undangan Menteri Pendidikan Belanda
untuk mengikuti pertemuan tingkat tinggi bersama Organisasi Guru Dunia.
Organisasi Guru Dunia mengakui PGRI sebagai Organisasi Profesi Guru, hanya saja
adaoknum di Kementerian Pendidikan yang tidak faham soal PGRI."Jadi saya
tidak merisaukan itu karena memang harus bagaimana kalau orang tidak tahu.
Kalau tidak tahu sebaiknya tidak usah banyak bicara daripada banyak bicara
malah merepotkan seluruh guru di Indonesia," tambahnya. Ditegaskan
Sulistiyo setelah dari Amsterdam, ia menitikberatan pada pembinaan dan profesi
guru bukan untuk menghukum guru dan bukan untuk memberi sanksi guru serta tidak
menakut-nakuti guru. Selain daripada itu, ia menegaskan pendidikan perlu
semakin inklusif dan transparan pada tahun 2015, karena Negara harus menyediakan
akses dan mutu pendidikan bagi semua warga negara. Saat di Amsterdam, hal itu
diungkapkan secara bersama oleh Organisasi Guru Dunia Education International
(EI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terkait pendidikan untuk
semua pasca 2015. Namun pernyataan itu disampaikan Presiden EI Susan Hopgood
dan Ketum PB PGRI kepada Pemerintah Indonesia melalui Kepala Unit Kerja
Presiden untuk pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro
Mangunsubroto.Dikatakan Sulistiyo, Selasa (26/3) yang dirilis harian kompas 27
Maret 2013 di Jakarta menyatakan EI dan PGRI menyepakati pendidikan tetaplah
prioritas dalam merancang agenda pembangunan global pasca 2015. pemerintah dan
pemerintah daerah harus memberi jaminan perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan
di semua jalur dan jenjang pendidikan, mulai anak usia dini sampai pendidikan
tinggi. Susan mendorong Pemerintah Indonesia tetap komitmen meningkatkan
pendidikan pasca 2015."Pendidikan untuk semua di Indonesia masih belum
bisa tuntas, pemberantasan buta aksara misalnya, masih dilakukan berdasarkan
proyek. Akibatnya banyak warga buta aksara bisa melek aksara selama
proyek," tandasnya. Terkait peran guru, EI menekankan bahwa guru itu
sumber daya pendidikan terpenting bagi siswa dan mutu pendidikan. Naun
kontribusi guru tidak selalu dihargai dengan baik. Guru sering disalahkan jika
ada kekurangan dalam sistem pendidikan sedangkan pendidikan dan pelatihan guru
dianggap tidak produktif dan mahal."EI mendorong agar agenda pembangunan
global untuk pendidikan menempatkan gurusecara profesional," imbuh
Sulistiyo. dedy mulyadi(**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar