Laman

Rabu, 04 Maret 2015

KOLOM RAKYAT MENGGUGAT TEORI MATEMATIKA TINGKAT TINGGI




Dulu, ketika lahan pertanian masih membentang luas, ketika Indonesia masih berwarna hijau, ketika para petani masih bersemangat mengayunkan cangkulnya, tidak pernah terdengar keluh kesah masalah pupuk yang hilang dari peredaran. Bahkan bangsa ini begitu bangga dengan keberhasilan swasembada pangan, sehingga bisa berbagi dengan negara-negara yang membutuhkan. Padahal, kala itu pabrik pupuk hanya satu.

            Sekarang, ketika lahan pertanian telah banyak berubah menjadi jalan, pabrik dan perumahan, ketika warna hijau Indonesia sudah semakin memudar, ketika pabrik pupuk sudah bertebaran di berbagai kota di Indonesia, mengapa pupuk semakin sulit di dapatkan ? Ada apa dengan Indonesia ku ini ?

            Sebagai rakyat kecil dengan pemikiran yang kecil pula, yang bisanya hanya menerka-nerka seperti mau pasang nomor togel, dengan kemampuan logika yang pas-pasan, mestinya kalau lahan pertanian semakin sempit di tambah pabrik pupuk yang semakin banyak, yang terjadi adalah melimpahnya pupuk di pasaran. Kalau ternyata yang terjadi justru pupuknya menghilang, maka rakyat kecil tidak mampu menjangkau pemikiran para elit yang sering keluar dari logika.

            Rakyat kecil terlalu konsisten dengan teori berhitung yang sederhana, bahwa satu di tambah satu selalu dua. Sedangkan para elit sudah menggunakan teori matematika tingkat tinggi, satu di tambah satu bisa menjadi hilangmya pupuk agar hasil pertanian bangsa ini semakin terpuruk. Karena nyatanya beras import dari luar negeri lebih menggiurkan untungnya dari pada berdagang berasnya bangsa sendiri. Akhirnya masyarakat harus sadar bahwa di negeri ini ada persoalan yang berusaha di selesaikan, dan ada pula persoalan yang sengaja di ciptakan.****



Tidak ada komentar:

Posting Komentar