Malang Media Rakyat
Kasus pendidikan di Kecamatan Donomulyo,
Kabupaten Malang ini menarik. Seorang warga setempat tiba-tiba menyegel dan
menutup paksa dua sekolah (SD dan SMP di sana), karena mengaku tanah dua tempat
sekolah itu miliknya.Tindakan warga bernama Suparno ini sempat membuat 200
siswa di dua sekolah itu merasa waswas Mereka terancam terlantar. Dua sekolah
itu adalah SDN Kedungsalam 02 dan SMP PGRI Kedungsalam, Donomulyo.Aksi
penyegalan ini dengan membuat pagar dari kayu bambu yang ditancapkan di depan
pintu SMP PGRI Kedungsalam. Sedangkan di SDN Kedungsalam hanya menempeli
tulisan ”Tanah Milik Krijomejo, Dirampas” serta mengunci pintu masuk.Proses
belajar mengajar sempat terhambat, karena siswa di dua sekolah tersebut tidak
bisa masuk. Baru sekitar pukul 11.00, setelah melalui proses negosiasi, Suparno
akhirnya mengalah dan mencabut patok dan membuka kunci pagar. ”Saya sungkan
dengan Pak Kades, beliau masih tetangga sendiri. Jadi langsung saya buka
pagarnya pukul 11.00,” kata Suparno ditemui di rumahnya yang berjarak sekitar
100 meter dari sekolah tersebut.Versi Suparno, aksi yang dilakukan itu klimaks
kekecewaannya kepada pihak sekolah. Sebab, dirinya memiliki bukti kuat bahwa
lahan seluas 1.800 meter persegi itu milik ayahnya, almarhum Krijomejo. Namun,
di atas lahan tersebut didirikan dua sekolah. SDN Kedungsalam 02 dan SMP PGRI
didirikan tahun 1970. Saat ini total dua sekolah tersebut memiliki 200 siswa.
Sebanyak 100 siswa di SDN Kedungsalam 02 dan sisanya siswa SMP PGRI.Suparno
menjelaskan, lahan milik ayahnya tersebut pada 1968 dirampas pemerintah. Tanah
itu akan digunakan untuk kepentingan TNI Angkatan Darat. Tapi belakangan
ternyata tidak jadi digunakan TNI, justru digunakan untuk bangunan dua sekolah
tersebut. ”Kami punya bukti kepemilikan tanah tersebut secara sah,” tegas dia.
Bukti yang dimaksud adalah surat pemeritahuan PBB atas nama ayahnya serta surat
ketetapan pembayaran iuran daerah yang dikeluarkan pada 1976. Bahkan,
lanjutnya, tiap tahun keluarganya mengeluarkan Rp 80 ribu untuk membayar PPB
lahan tersebut. Ini sudah berlangsung selama 44 tahun. ”Uang untuk bayar PPB
ini dari pribadi kami. Pihak sekolah sama sekali tidak membantu,” terang
dia.Suparno juga mengatakan, dirinya sudah menagih ke sekolah sejak 3,5 tahun
yang lalu. Tapi hanya diberikan janji. Sehingga dia nekat mematoki sekolah
tersebut. ”Wali murid banyak yang mendukung. Karena ini memang hak
kami,”tambahnya.Ditambahkan, pada Senin malam lalu pihaknya juga telah
musyawarahdengan pihak desa, polsek, kecamatan dan sekolah. Dalam pertemuan
itu, dia menuntut pelepasan lahan serta ganti untung senilai Rp 1 miliar.
”Mereka sudah berkomitmen. Kalau janji mereka tidak ditepati lagi, terpaksa
akan menyegel lagi. Kami kasih waktu empat hari mulai hari ini (kemarin),”
ancam Suparno.Sementara itu, pihak SDN Kedungsalam 02 tidak bisa berbuat
banyak. Tapi hanya bisa berharap agar semua pihak mengedepankan nasib
pendidikan siswa. ”Kami hanya menjalankan tugas mengajar. Jadi, kalau masalah
sengketa lahan itu urusan pemerintah dan ahli waris. Tapi kami berharap
anak-anak tetap bisa belajar dan hukum tetap berjalan seperti semestinya,” kata
Bambang Yuda, wakasek SDN Kedungsalam 02 saat ditemui Radar Malang,
kemarin.Terpisah, Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupaten Malang juga mengatakan
hal senada. Karena pada dasarnya, diknas dan sekolah hanya menjalankan
pembelajaran. Tapi kalau masalah sengketa lahan ituurusanya pemerintah
kabupaten dan ahli waris. ”Kami juga tidak bisa berbuat banyak. Karena tugas
kami hanya memakai dan menjalankan pembelajaran di sekolah yang dimiliki
pemkab,” kata Bambang Setiyono, kabid TK dan SD Diknas Kabupaten Malang.Namun,
lanjutnya, berdasarkan informasi dari UPTD setempat, pembelajaran di sekolah
kemarin tidak ada masalah. Untuk masalah sengketa lahan sudah dibicarakan
antara camat, pihak sekolah dan ahli waris. ”Kami juga berharap agar
pembelajaran di sekolah tidak terganggu. Tapi proses hukum biar berjalan sesuai
dengan aturanya,” tandas dia.Dalam waktu dekat, dia juga akan berkoordinasi
dengan UPTD untuk membicarakan masalah ini. Mengingat waktu yang diberikan oleh
ahli waris hanya empat hari. ”Gimana baiknya, nanti harus dicarikan solusinya,”
tandas dia.Sementara itu, Vera Malikei, notaris di Kabupaten Malang mengatakan,
bukti pembayaran PPB (pajak bumi dan bangunan) belum bisa dijadikan bukti
kepemilikan tanah. Meskipun pemiliknya terus membayar PBB ketika jatuh tempo.
”Yang diakui pemerintah hanya sertifikat,” kata Vera kepada Radar kemarin.Tak
hanya itu, lanjutnya, surat petok juga tidak bisa dijadikan bukti kepemilikan
tanah sah. Karena yang secara sah ditetapkan oleh negara adalah sertifikat.
”Petok ini digunakan pada zaman Belanda. Kalau ingin diakui secara sah atas
kepemilikan tanah, ya harus mengurus sertifikat tersebut,” ucap dia.(zis/mud)