Laman

Rabu, 05 September 2012

DPRD Kota Malang Kurang Setuju Usulan Satpol PP Dipersenjatai


Malang-Media Rakyat
Di beberapa kabupaten/kota Satpol PP dipersenjatai dalam menjalankan tugasnya. Namun hal tersebut nampaknya tidak bisa diberlakukan di kota Malang, karena kota yang juga menyandang nama besar sebagai kota pendidikan ini termasuk dalam kategori kota yang cenderung kondusif.Hal itulah yang disampaikan oleh anggota Pansus Ranperda tentang pelaksanaan tugas Satpol PP, Sutiadji, Jum'at (31/8) saat ditemui di gedung DPRD kota Malang, jalan Simpang Ijen. Menurut Sutiadji yang juga anggota komisi D DPRD kota Malang itu, Satpol PP saat melaksanakan tugasnya dalam rangka menegakkan perda hendaknya menggunakan cara-cara prenventif.Jadi, kata dia, Satpol PP tidak perlu melakukan tindakan-tindakan konfrontatif atau represif ketika bertugas di lapangan. Selain itu, SDM yang ada juga harus menunjang dan tidak mudah untuk memiliki senjata tersebut, karena memerlukan dan harus memenuhi berbagai syarat serta ketentuan yang ketat. Di dalam PP, ujar politisi PKB itu, memang ada aturan tentang Satpol PP yang harus dipersenjatai, namun untuk kota Malang SDM-nya masih minim dan juga apakah jika dilihat dari tingkat kebutuhan apakah sudah mendesak? "Beberapa hal itulah yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan, agar tidak karena ada dalam aturan langsung dilaksanakan saja," lanjutnya.Dalam hal ini sebenarnya pihak Pemkot Malang melalui Satpol PP mengacu pada PP Nomor 6 Tahun 2010 pasal 24, yang isinya, dalam rangka menunjang operasional Satpol PP dapat dilengkapi dengan senjata api yang pengaturan mengenai jenis dan ketentuan penggunaannya berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia."Saya rasa untuk kota Malang belum membutuhkan atau belum bisa diberlakukan tentang ketentuan Satpol PP yang dipersenjatai ini. Kota Malang masih bisa dibilang kota yang aman, tentram dan masyarakatnya bisa diajak kooperatif saat menghadapi suatu masalah," pungkas Sutiadji. (zis/din/hms)



Minggu, 26 Agustus 2012

Alokasi Anggaran Pendidikan 2013 Rp 331,8 Triliun


Jakarta-Media Rakyat
 Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan pada 2013 sebanyak Rp 331,8 triliun.  Alokasi anggaran tersebut naik sebanyak 6,7 persen dibandingkan alokasi tahun ini sebanyak Rp 310,8 triliun. Sebelumnya  pada 2011, anggaran pendidikan mencapai Rp 266,9 triliun.Hal tersebut disampaikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan pidato dalam rangka pengantar keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 dan nota keuangannya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2012-2013 di Ruang Rapat Paripurna I MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (16/08/2012).Dari alokasi anggaran pendidikan  tersebut  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mendapatkan alokasi anggaran sebanyak Rp 66 triliun. "Alhamdulillah dalam RAPBN 2013 mendatang kita tetap dapat memenuhi konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN," kata Presiden SBY.Presiden mengatakan,  anggaran pendidikan yang makin besar itu harus digunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memperluas jangkauan pemerataan pendidikan. Selain itu, untuk meningkatkan partisipasi pendidikan di semua jenjang pendidikan. "Alokasi anggaran pendidikan tetap kita prioritaskan untuk melanjutkan pemberian bantuan operasional sekolah atau BOS bagi 45 juta siswa setingkat sd/madrasah ibtidaiyah/salafiyah ula dan SMP/madrasah tsanawiyah/salafiyah wustha," katanya.(wan/cha)

Kamis, 23 Agustus 2012

Lima Area Rawan Korupsi Jadi Prioritas Pemerintah


Jakarta-Media Rakyat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui agenda pemberantasan korupsi merupakan pekerjaan rumah yang belum tuntas. Karena itu, Presiden terusmenerus menggelorakan tekad membasmi korupsi.Presiden mengidentifikasi ada 10 area rawan korupsi dalam kehidupan pemerintahan, lima di antaranya dijadikan prioritas penanganan.Seusai memberikan arahan dalam rapat koordinasi di Kejaksaan Agung, kemarin, kepada wartawan Presiden menyebut lima area prioritas yang rawan korupsi itu ialah APBN dan APBD, pajak, kepabeanan, serta pertambangan."Dari sepuluh area, lima itulah yang kita garis bawahi untuk kita jadikan prioritas," kata Yudhoyono.Menurut SBY, penyimpangan dana APBN dan APBD sangat serius. "Dalam dua tahun terakhir masih terjadi kasus-kasus korupsi yang melibatkan unsur DPR ataupun DPRD dengan unsur pemerintah pusat maupun daerah," katanya.Mengenai kerawanan sektor pajak, Presiden mengatakan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan dan pertumbuhan negara. SBY meminta penegak hukum menyoroti kewajiban membayar pajak dan apa yang dikelola oleh petugas pajak.Sebelumnya, dalam arahan di depan peserta rapat koordinasi di Kejaksaan Agung itu, Presiden memerintahkan aparat penegak hukum agar tidak melihat latar belakang partai politik maupun asal daerah."Saya berharap semua simpul bergerak dan bekerja untuk tetap tegas dan tidak pandang bulu, apa pun jabatannya dari parpol mana pun, atau dari daerah mana pun," kata Presiden.Upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan berkesinambungan dan dilaksanakan oleh semua pihak. Presiden menegaskan bahwa seluruh pejabat negara, bukan hanya pemerintah, harus mencegah korupsi.Dalam menanggapi seruan Presiden itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia Cecep Hidayat mengatakan penegasan agar penegak hukum tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi hanyalah politik pencitraan."Buktinya, banyak kader Partai Demokrat diduga terlibat korupsi, tetapi SBY menyerahkan kepada KPK untuk mengusut. Padahal SBY memiliki kekuatan untuk membersihkan partainya tanpa menunggu KPK," kata Cecep.Djoko Tjandra Pada bagian lain, Presiden menginstruksikan Kejaksaan Agung dan kepolisian berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Hukum dan HAM untuk menuntaskan kasus buron hak tagih Bank Bali, Djoko S Tjandra.Djoko diperkirakan pindah menjadi warga negara Papua Nugini sejak Juni 2012. Dia meninggalkan Indonesia menuju Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, satu hari sebelum Mahkamah Agung mengeluarkan putusan kasasi.Putusan kasasi MA menghukum Djoko dua tahun penjara, membayar denda Rp15 juta, serta dana Bank Bali Rp546 miliar dirampas untuk negara.Sebelumnya Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan Papua Nugini belum memberikan respons terkait dengan permintaan Indonesia mengenai pemulangan Djoko Tjandra. Sumber : Media Indonesia,…(ch)

Senin, 20 Agustus 2012

Orangtua Jangan Diamkan Penggunaan BOS


JAKARTA,Media Rakyat
 Orangtua siswa harus lebih kritis mengawasi penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS), demi terciptanya transparansi BOS. Dengan berdiam diri, transparansi penggunaan BOS tidak akan terwujud dengan baik.Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan hal itu dalam diskusi tentang akses informasi publik di Jakarta, Kamis (14/10/2010). Dikatakannya, Kementerian Pendidikan Nasional sebetulnya sudah membuka secara transparan mengenai penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah di Tanah Air. Namun, keterbukaan penggunaan dana tersebut kerap berhenti di tingkat sekolah yang memiliki kewenangan otonomi atas pemanfaatan BOS tersebut.Informasi mengenai penggunaan BOS ini hanya diketahui oleh kepala sekolah dan komite sekolah. Bahkan, katanya tidak semua guru mengetahui anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) yang di antaranya melibatkan dana BOS.Orangtua siswa juga berhak mengetahui penggunaan dana BOS tersebut dengan menanyakan kepada pihak sekolah. Akan tetapi, hal ini seringkali diabaikan karena putra-putri mereka justru mendapat sanksi atau tudingan dari pihak sekolah. Akibatnya, banyak orangtua siswa memilih diam dan tak memedulikan hal tersebut agar pendidikan anaknya tak terganggu."Masalah (keterbukaan informasi) dana BOS ini ada dua, yakni manajemen sekolah yang tidak terbuka dan sikap masyarakat yang tidak acuh," kata Darmaningtyas."Orangtua jangan jadi penakut. Kalau melihat ada pelanggaran (pemakaian BOS), tanyakan dan laporkan," tambahnya.Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Henny S. Widyaningsih mengatakan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 menjamin masyarakat untuk menerima informasi dari pejabat publik, termasuk mempertanyakan keterbukaan penggunaan dana BOS. Pejabat publik pun wajib memberikan informasi yang diperlukan kepada pemohon dan bahkan bisa dikenai hukuman penjara atau denda jika mengabaikan permohonan keterbukaan informasi itu.nara sumber Kompas) (cha)